Sabtu, 31 Oktober 2015

Digital Television

1.    Digital Television

A.   Perbedaan antara Analog & Digital

-       Televisi Analog mengkodekan informasi gambar dgn memvariasikan voltase/frekuensi dari sinyal. Seluruh sistem sebelum TV digital dpt dimasukan ke analog.
Sistem yg dipergunakan dalam TV analog adalah NTSC (National Television System Committee) badan industri pembuat standar yg menciptakannya. Sistem ini sbagian besar diterapkan di Amerika Serikat (AS) & beberapa bagian Asia Timur, sperti: China/Tiongkok, Jepang, Korea Utara, Korea Selatan, Taiwan, Mongolia.
Sementara, sistem PAL (Phase-Alternating Line, phase alternation by line/untuk phase alternation line).
Contoh Sistem televisi Analog umum: NTSC, PAL, SECAM.

-       Televisi Digital (bahasa Inggris: Digital Television, DTV) adalah jenis TV yg menggunakan modulasi digital & sistem kompresi untuk menyebarluaskan video, audio, dan signal data ke pesawat televisi. TV resolusi tinggi/high-definition television (HDTV), yaitu: standar TV digital internasional yg disiarkan dlm format 16:9 (TV biasa 4:3) & surround-sound 5.1 Dolby Digital. Ia memiliki resolusi yang jauh lbh tinggi dari standar lama. Penonton melihat gambar berkontur jelas, dgn warna2 matang & depth-of-field yg lebih luas daripada biasanya. HDTV memiliki jumlah pixel hingga 5 kali standar analog PAL yg digunakan di Indonesia.
Contoh televisi Digital adalah seperti Indovision, Aora, Telkomvision, YES tv, TOP tv, dsb.


B.   Sistem pemancar Analog & Digital kepada user
(Kita ambil contoh untuk di Indonesia)

Sistem Pemancar Analog

Sistem pemancar analog di Indonesia menggunakan sistem PAL B dan PAL G atau yang biasa disebut PAL B/G. Jadi jangan bingung lagi jika di layar tv anda terkadang muncul tulisan PAL B/G tersebut. PAL merupakan singkatan dari Phase Alternating Line, dimana sistem ini merupakan salah satu sistem encoding warna untuk teknologi televisi analog selain sistem NTSC (National Television System Comitte) dari Amerika dan SÉCAM (Séquentiel Couleur À Mémoire) dari Perancis. Sistem ini menggunakan quadrature amplitude modulation untuk membawa informasi chrominance yang ditambahkan pada sinyal video luminance untuk membentuk baseband sinyal video composite. Sub-carrier pembawa chrominance ini menggunakan frekuensi 4,43361875 MHz. Phase alternating line ini mewakili penjelasan bahwa fase yang merupakan bagian dari informasi warna didalam sinyal video telah dibalik pada setiap line-nya, yang secara otomatis mengkoreksi kesalahan fase warna didalam proses transmisi sinyal dengan cara memblokir kesalahan tersebut, namun hal ini mengorbankan resolusi frame vertikalnya.

PAL B digunakan pada kanal VHF yang terdiri atas Band I dan Band III. Kanal yang terdapat di band I adalah kanal 1, 2 dan 3. Untuk kanal 1, frekuensi yang digunakan adalah 47~54 MHz, kanal 2 menggunakan frekuensi 54~61 MHz dan kanal 3 menggunakan frekuensi 61~68 MHz. Untuk band III, kanal yang ada adalah kanal 4 sampai 11. Sedangkan frekuensi yang digunakan dimulai dari 174~230 MHz dan masing-masing kanal menggunakan bandwidth 7 MHz.
PAL G digunakan pada kanal UHF yaitu Band IV dan Band V, dimana band IV terdiri dari kanal 21 sampai dengan 37. Sedangkan band V terdiri dari kanal 38 sampai dengan 62. Frekuensi untuk band IV dan band V adalah 470~806 MHz dimana masing-masing kanal memiliki bandwidth 8 MHz.

Sistem pemancar analog PAL B/G memiliki spesifikasi diantaranya yaitu video-nya memiliki bandwidth 5 MHz, dengan carrier audio 1 adalah 5,5 MHz, carrier audio 2 adalah 5,742 MHz atau jika menggunakan sistem audio Nicam, carrier-nya berada di 5,85 MHz. Untuk chrominance sub-carrier-nya seperti yang disinggung diatas adalah 4,43361875 MHz. Sistem ini menggunakan 625 horizontal lines, 25 frame per detik, 50 field per detik, sinyal video CCVS (Colour Composite Video Signal) 1 Vpp pada 75 ohm, yang terdiri atas sinyal sync dengan amplitudo sebesar 0,3 V, sinyal peak video dengan amplitudo 0,7 V dan rasio gambar 4:3. Dalam kenyataannya, tidak semua lines ditampilkan pada layar televisi. Yang ditampilkan di layar televisi kita hanyalah sebanyak 576 lines dari keseluruhan 625 lines. Selain untuk menyimpan informasi warna, lines yang tidak ditampilkan juga digunakan untuk menyimpan sinyal yang nantinya digunakan untuk pengukuran teknis suatu pemancar tv tanpa mengganggu operasional pemancar tersebut.
Untuk spesifikasi sistem PAL B/G secara lengkap, dapat dilihat di standar ITU-R BT REP-624.

Sistem Pemancar Digital

Dengan perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya, Indonesia juga harus mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Dalam bidang pertelevisian, perkembangan teknologi juga sangat pesat. Hingga akhirnya muncul teknologi televisi digital. Setelah melalui berbagai tahapan untuk memilih standar televisi diantara sistem ATSC, DVB-T/T2, ISDB-T, T-DMB, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menggunakan sistem DVB-T/T2. Dan karena beberapa kelebihannya, maka dipilihlah sistem DVB-T2 untuk sistem televisi terestrialnya.
Hal ini dituangkan dalam Peraturan  Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 05/PER/M.KOMINFO/2/2012 tentang Standar Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air) adalah standar DVB-T2 dimana sebelumnya ada Peraturan Menkominfo Nomor 07/P/M.KOMINFO/3/2007, standar yang dianut adalah DVB-T.

Beberapa hal yang kemungkinan menyebabkan pemerintah memilih standar DVB-T2 adalah teknologi ini merupakan teknologi terkini yang digunakan di Eropa, kemampuan untuk membawa informasi hingga lebih dari 50 Mbps dengan modulasi C-OFDM sehingga bisa membawa lebih banyak program daripada teknologi DVB-T. Kemudian dengan teknik FEC-nya dan rotated constellation-nya membuat sistem ini lebih tahan terhadap derau atau noise.
Adapun teknologi DVB-T2 ini menggunakan teknik modulasi OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) dimana informasi yang di tumpangkan pada sub-carrier-nya juga dilengkapi dengan teknik FEC (Forward Error Correction) yang menggunakan metode BCH (Bose Chauduri Hocquenghem) dan LDPC (Low Density Parity Check).


C.   Cara Produksi antara Analog & Digital

Namun berhubung dalam pemancar digital ini ada 12 program yang akan disiarkan, maka diperlukan sebuah alat yang disebut multiplexer yang berfungsi untuk menyusun 12 program itu ke dalam satu paket (transport stream). Kemudian untuk menghemat bandwidth, setiap program yang berasal dari Playout atau Studio harus dimampatkan (compressed) terlebih dulu menggunakan video encoder. Maksudnya, sinyal video SD-SDI berkecepatan 270 Mbps itu harus dimampatkan menjadi sekitar 2-4 Mbps menggunakan mesin kompresi MPEG4 yang terdapat di dalam video encoder itu.

Dalam gambar (2B) dicontohkan ada 12 program yang berasal dari 12 sumber yang berbeda. Ke 12 program ini dimasukkan ke muliplexer untuk disusun menjadi satu paket data (transport stream) dan kemudian dikirim ke pemancar untuk dipancarkan. Dalam contoh ini 3 program diasumsikan berada di lokasi dekat pemancar, sedangkan 9 lainnya berada jauh dari pemancar sehingga memerlukan STL (Studio to Transmitter Link) sebagai penghubungnya.

Dari gambar (2) tersebut di atas, ada 4 poin penting yang perlu disimak. Poin pertama, multiplexer, encoder-decoder dan STL bukanlah barang baru di dunia penyiaran. Teknologi peralatan ini sudah sangat mapan, banyak pilihan dan harganya pun bervariasi sesuai merk. Selain itu penambahan peralatan ini merupakan konsekuensi logis dari banyaknya program yang disiarkan.

Poin kedua adalah, tidak ada perubahan apapun di sisi studio. Artinya, penggantian pemancar dari analog ke digital sama sekali tidak akan mengganggu aktifitas di bagian produksi maupun paska produksi. Bahkan dengan memakai transmisi digital ini, materi dari studio yang sudah lebih dulu digital, akan tetap digital hingga sampai di sisi penerima. Ini merupakan suatu keuntungan tersendiri dalam hal menjaga kualitas materi siaran.

Poin yang ketiga adalah, tidak ada perubahan yang sangat dramatis di sisi pemancar, kecuali penggantian Modulator dan sedikit penyesuaian (adjustment) pada filter outputnya. Sekedar catatan tambahan, Modulator hanyalah satu bagian kecil dari sebuah sistem pemancar secara keseluruhan. Sebab dalam sistem pemancar TV terdapat infrastruktur yang cukup kompleks dimana di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sangat penting seperti: menara, saluran transmisi, amplifier, filter, power devider, susunan antena, sistem endingin, sistem catu daya, UPS, Genset, alat ukur dan perangkat monitoring. Jadi penggantian Modulator dari analog ke digital bukanlah sebuah persoalan besar, karena komponen lain yang nilainya jauh lebih tinggi sama sekali tidak berubah.



Point yang keempat adalah: 12 program siaran itu hanya membutuhkan satu unit pemancar, satu infrastruktur, satu lahan dan satu (team) teknisi. Jadi betapa banyak yang bisa dihemat dari kehadiran siaran TV digital ini.