Jumat, 09 Januari 2015

Ilmu Sosial Dasar# (Task 7)

ILMU SOSIAL DASAR#
(Task 7)

Nama    :   Michael Surya A R
Kelas     :     1IA05
NPM      :    56414635

Tema:
DISKRIMINASI
&
ETNOSENTRISME


Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOfuqn71a0L52SNjWhMVmstorl_zDdYzuLp8U3cvyeQgWOJDlCmIJbiJxAYGKvUyTY88aYctFqoQfEwsKZCCfrbbzqF4jtNU1HZxNiVeAotK2w6_xiJtzFZmAPMKCnHI4HxBr8QEDtWTI/s1600/discrimination.jpgDiskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk membeda-bedakan yang lain.

Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi. Pelecehan dapat dianggap sebagai bentuk diskriminasi jika didasarkan pada ciri atau sifat yang diskriminatif.

Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama.

Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan.

Deskripsi diskriminasi sosial adalah pembedaan sikap dan perlakuan terhadap
sesama manusia berdasarkan kedudukan sosialnya.

Penyebab timbulnya Diskriminasi:
1. Diskriminasi timbul akibat dari latar belakang sejarah.
2. Diskriminasi timbul akibat Perkembangan sosio-kultural dan situasional.
3. Diskriminasi bersumber dari factor kepribadian.
4. Diskriminasi timbul akibat perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama.

Diskriminasi Menurut UU :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 40 TAHUN 2008
TENTANG
PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS
a. bahwa umat manusia berkedudukan sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan umat 
manusia dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama tanpa perbedaan apa pun, 
baik ras maupun etnis;
b. bahwa segala tindakan diskriminasi ras dan etnis bertentangan dengan nilai-nilai 
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan 
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;
c. bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan berhak atas 
perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis;
d. bahwa adanya diskriminasi ras dan etnis dalam kehidupan bermasyarakat merupakan 
hambatan bagi hubungan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan, perdamaian, 
keserasian, keamanan, dan kehidupan bermata pencaharian di antara warga negara yang 
pada dasarnya selalu hidup berdampingan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf, 
dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Penghapusan Diskriminasi 
Ras dan Etnis

UNDANG-UNDANG TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS.
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Diskriminasi ras dan etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, 
atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau 
pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan 
dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
2.  Ras adalah golongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik dan garis keturunan.
3.  Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat 
istiadat, norma bahasa, sejarah, geografis, dan hubungan kekerabatan. 
4.  Warga Negara adalah penduduk negara atau bangsa Indonesia berdasarkan keturunan, 
tempat kelahiran, atau kewarganegaraan yang mempunyai hak dan kewajiban.
5.  Tindakan Diskriminasi Ras dan Etnis adalah perbuatan yang berkenaan dengan segala 
bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan 
etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau 
pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang 
sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
6.  Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
7.  Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik yang 
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
8.  Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, selanjutnya disebut Komnas HAM, adalah 
lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang 
berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi 
hak asasi manusia.
9.  Penyelenggara Negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, 
legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan 
dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Contoh kasus: Selama proses penerimaan pegawai baru, manajemen sebaiknya tidak bertanya pertanyaan pribadi yang tidak relevan kepada pelamar, seperti menanyakan asal usul dirinya beserta keluarga, agama yang dianut, status pernikahan, status kehamilan, ataupun menanyakan apakah telah memiliki anak. Meskipun informasi hanya sekedar ditanyakan sebagian dari perbincangan saat wawancara dan tidak dimaksudkan untuk mendiskriminasikan orang-orang dengan karakteristik tertentu, namun akan memberikan kesan terdapat diskriminasi pada hal-hal tertentu kepada calon pegawai, maka dari itu tidaklah pantas dilakukan.




Description: http://0701.static.prezi.com/preview/svql25eljsw5zkrz6amgdw7xh4adw6rhlm5vs2oll757hbaoaxlq_0_0.png
Etnosentrisme adalah sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan lain.
Sikap etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain.
Apabila tidak dikelola dengan baik, perbedaan budaya dan adat istiadat antarkelompok masyarakat tersebut akan menimbulkan konflik sosial akibat adanya sikap etnosentrisme. Sikap tersebut timbul karena adanya anggapan suatu kelompok masyarakat bahwa mereka memiliki pandangan hidup dan sistem nilai yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.
Etnosentrisme dapat diartikan pula sebagai sikap yang menganggap cara hidup bangsanya merupakan cara hidup yang paling baik.

Ketika suku bangsa yang satu menganggap suku bangsa yang lain lebih rendah maka sikap demikian akan menimbulkan konflik. Konflik tersebut, misalnya kasus sara, yaitu pertentangan yang didasari oleh suku, agama, ras, dan antargolongan. Dampak negatif yang lebih luas dari sikap etnosentrisme antara lain:
a.    Mengurangi keobjektifan ilmu pengetahuan
b.    Menghambat pertukaran budaya
c.    Menghambat proses asimilasi kelompok yang berbeda
d.    Memacu timbulnya konflik sosial.

Di sisi yang lain, jika dilihat dari fungsi sosial, etnosentrisme dapat menghubungkan seseorang dengan kelompok sehingga dapat menimbulkan solidaritas kelompok yang sangat kuat. Dengan memiliki rasa solidaritas, setiap individu akan bersedia memberikan pengorbanan secara maksimal. Sikap etnosentrisme diajarkan kepada kelompok bersama dengan nilai-nilai kebudayaan. Salah satu bukti adanya sikap etnosentrisme adalah hampir setiap individu merasa bahwa kebudayaannya yang paling baik dan lebih tinggi dibanding dengan kebudayaan lainnya, misalnya:
a.    Bangsa Amerika bangga akan kekayaan materinya
b.    Bangsa Mesir bangga akan peninggalan kepurbakalaan yang bernilai tinggi
c.    Bangsa Prancis bangga akan bahasanya
d.    Bangsa Italia bangga akan musiknya.

Dampak positif dari etnosentrisme yaitu dapat mempertinggi semangat patriotisme, menjaga keutuhan dan stabilitas kebudayaan, serta mempertinggi rasa cinta pada bangsa sendiri.

Salah satu contoh etnosentrisme di Indonesia adalah perilaku carok dalam masyarakat Madura. Menurut Latief Wiyata, carok adalah tindakan atau upaya pembunuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik. Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang brutal dan tidak masuk akal. Hal itu terjadi apabila konsep carok dinilai dengan pandangan kebudayaan kelompok masyarakat lain yang beranggapan bahwa menyelesaikan masalah dengan menggunakan kekerasan dianggap tidak masuk akal dan tidak manusiawi. Namun, bagi masyarakat Madura, harga diri merupakan konsep yang sakral dan harus selalu dijunjung tinggi dalam masyarakat. Oleh karena itu, terjadi perbedaan penafsiran mengenai masalah carok antara masyarakat Madura dan kelompok masyarakat lainnya karena tidak adanya pemahaman atas konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok tersebut dalam masyarakat Madura. Contoh etnosentrisme dalam menilai secara negatif konteks sosial budaya terjadinya perilaku carok dalam masyarakat Madura tersebut telah banyak ditentang oleh para ahli ilmu sosial.

Contoh yang lain adalah kebiasaan memakai koteka bagi masyarakat papua pedalaman. Jika dipandang dari sudut masyarakat yang bukan warga papua pedalaman, memakai koteka mungkin adalah hal yang sangat memalukan. Tapi oleh warga pedalaman papua, memakai koteka dianggap sebagai suatu kewajaran, bahkan dianggap sebagai suatu kebanggan.


Sumber: